Kondisi Geografi

Sebagaimana halnya sejarah kerajaan-kerajaan di kepulauan Nusantara lainnya yang selalu terlibat dalam kancah peperangan yang senantiasa membawa kerugian dan korban sia-sia. Hanya karena nafsu dan keserakahan kekuasaan kerajaan lainnya dan yang lainnya itu berusaha mempertahankan hak dan negerinya. Peristiwa semacam ini sering pula melanda kerajaan-kerajaan Bugis Makassar.

Tersebutlah suatu peristiwa di Sawitto pada waktu pemerintahan La Paleteang, raja ke IV Sawitto waktu itu. Dimana saat itu terjadi peperangan antara kerajaan Sawitto dengan kerajaan Gowa. Perang ini terjadi oleh karena Gowa sebagai kerajaan yang besar pada waktu itu, berusaha untuk menguasai Sawitto yang subur.

Berbagai upaya telah digunakan Gowa untuk mewujudkan impiannya, namun tidak berhasil. Maka ditempulah jalan terakhir untuk menguasai Sawitto, yakni dengan jalan agresi. Perang ini berlangsung sekitar tahun 1540.

Prajurit-prajurit Sawitto dengan gigih mengadakan perlawanan, abdi kerajaan mati-matian mempertahankan dan membela bumi kelahirannya. Korbanpun berjatuhan dari kedua belah pihak, akan tetapi angkatan perang Gowa terlalu besar jumlahnya dan menyerang Sawitto secara tiba-tiba.

Sehingga, Sawitto tidak mempunyai persiapan yang cukup untuk melakukan perlawanan terhadap serangan prajurit-prajurit Gowa. Akhirnya, benteng kerajaan jatuh ketangan musuh (Gowa). Namun demikian, Sawitto telah membuktikan bahwa mereka tidak mau tunduk begitu saja terhadap musuh. Sikap dan watak yang demikian itu kemudian tercermin pada seorang Pahlawan yang bernama La Sinrang.

Dengan kekalahan tersebut, raja La Paleteang (sekarang menjadi sebuah ibukota Kecamatan : Kecamatan Paleteang) dan istrinya di bawah ke Gowa sebagai tanda kemenangan Gowa atas Sawitto. Awan hitam menyelimuti Sawitto kala itu, yang selama ini tenteram, rakyat diliputi kesedihan atas kepergian sang raja yang arif dan bijaksana.

Mereka tidak dapat membayangkan perlakuan yang bakal dihadapi rajanya (La Paleteang). Upaya membebaskan beliau senantiasa menjadi bahan pembicaraan pemuka-pemuka kerajaan Sawitto. Di dalam suatu musyawarah, kerajaan Sawitto mengutus dua orang to barani (orang pemberani) ke Gowa untuk membebaskan raja Sawitto bersama permaisurinya.

Pilihan kepada dua orang to barani itu, jatuh kepada To Lengo dan To Kipa untuk mengemban tugas yang amat berat. Setelah persiapan kedua utusan itu rampung, merekapun berangkat mengarungi samudra yang penuh dengan tantangan alam dengan satu tekad, yakni raja harus dibawah pulang kembali ketanah Sawitto (Sekarang ibukota Kabupaten Pinrang).

Setelah kedua To barani ini berlayar selama dua hari, sampailah mereka di Gowa. Sesampainya di tanah raja Gowa, kedua orang ini langsung menuju istana, tetapi betapa terkejutnya menyaksikan rajanya yang banyak mengalami perubahan, raut wajahnya jelas terbayang kerinduan yang teramat dalam terhadap rakyatnya.

Mendidih darah kedua to barani utusan raja Sawitto ini melihat kondisi rajanya, yang kemungkinan mendapat perlakuan yang kurang pantas sebagai seorang raja. Tetapi mereka sadar bahwa tujuannya adalah membebaskan rajanya. Kemudian menghadap kepada Sombae atas nama rakyat Sawitto yang telah dikalahkan Gowa.

Pinrang Berasal Dari Kata Pinra-Pinra (2)

Sesuai dengan keputusan Sombae, bahwa Sawitto harus tunduk dan membayar upeti setiap tahun kepada kerajaan Gowa. Walaupun, hati kecil kedua to barani utusan rakyat Sawitto untuk membebasakan raja bersama istrinya. Tidak dapat menerima keputusan itu, tetapi mereka berpura-pura menerimanya sebagai siasat untuk keberhasilan tugasnya,

Dengan siasat ini To Lengo dan To Kipa mendapat kebebasan untuk berhubungan dan mengatu persiapan pelariannya bersama raja Sawitto dan Istrinya. Namun, sebelum melakukan niatnya itu, terlebih dahulu melubangi perahu-perahu armada kerajaan Gowa, dengan maksud perahu tersebut akan tenggelam bila prajurit Gowa mengejar disaat pelariannya.

Setelah merasa aman dan yakin akan keberhasilannya membawa raja Sawitto (La Paleteang raja ke IV). Disaat orang sibuk dengan tugasnya masing-masing, maka kelengahan ini dimanfaatkan untuk berangkat. Rupanya ada abdi kerajaan yang mengetahui kepergian mereka. Abdi inipun melaporkan peristiwa tersebut kepada Sombae raja Gowa.

Dengan murka Sombae memerintahkan hulubalang melakukan pengejaran, tetapi pengejaranpun sia-sia, karena semua perahu kemasukan air melalui lobang oleh strategis To Lenga dan To Kipa yang melobangi perahu itu.

Alangkah gembiranya kedua To barani ini dalam menunaikan tugasnya, serta tidak membayangkan betapa gembiranya rakyat Sawitto yang selama ini merindukan rajanya. Setelah beberapa hari berlayar, sampailah mereka ke Wilayah Suppa (sekarang Kecamatan Suppa) yang merupakan sekutu kerajaan Sawitto. Setelah istrihat sejenak, raja melanjutkan perjalanannya ke Sawitto. Kedatangan yang mulia raja La Paleteang beserta istrinya disambut dengan luapan kegembiraan.

Sepanjang jalan dieluk-elukkan, diarak menuju istana raja. Akan tetapi, dibalik kegembiraan rakyat itu, mereka juga terharu menyaksikan rajanya yang banyak mengalami perubahan seraya mengatakan, ” Pinra kanani tappana Addatuang pole ri Gowa ” artinya ” Wajah Addatuang (raja) agaknya mengalami perubahan setelah kembali dari Gowa “.

Kata-kata inilah yang senantiasa terlontar dari orang-orang yang menyertai rombongan raja. Sebelum raja sampai di istana beliau singgah sejenak, sambil berpesan kepada orang-orang yang mengantarnya, bahwa namakan tempat ini ” Pinra-Pinra “.

Sementara sumber lain mengatakan, bahwa kandisi pemukiman di sekitar kota Pinrang sekarang, dahulunya selalu tergenang air karena daerah rawa-rawa. Sehingga, masyarakat berpindah-pindah mencari pemukiman yang tidak tergenang air. Berpindah-pindah atau berubah-ubah pemukiman, dalam bahasa bugis disebut ” Pinra-pinra Onroang “. Setelah kelompok masyarakaat tersebut menemukan tempat pemukiman yang baik (kota Pinrang sekarang), maka mereka memberi nama tempat yang baru itu ” Pinra-pinra”.

Dari kedua peristiwa yang berbeda ini, melahirkan istilah yang sama yaitu kata ” Pinra “. Kemudian dalam perkembangannya dipengaruhi oleh intonasi dan dialek bahasa bugis, sehingga menjadi kata Pinrang, yang sekarang diabadikan nama sebuah Kabupaten dari bekas kerajaan Sawitto, yaitu Kabupaten Darah Tingkat II Pinrang, 182 km arah utara Makassar,

Arti Nama Pinrang :

Bahwa pmberian suatu nama senantiasa mempunyai arti dan makna yang merupakan pencerminan dari nama itu sendiri. Demikian pula halnya nama pinrang yang berasal dari bahasa bugis yaitu , kata ” Pinra ” yang secara etimologi bahasa akan berarti ” Perubahan “. Akan tetapi jika dilihat dari latar belakanglahirnya istilah ” Pinra ” tersebut, maka ada beberapa makna yang terkandung didalamnya yaitu :

  • Bahwa nama Pinrang lahir dari suatu peristiwa heroic, dimana putra-putra terbaik Sawitto memperlihatkan sikap dan wataknya dalam membela negerinya.
  • Adanya usaha kemampuan Sawitto membebaskan rajanya tanpa menunggu belas kasihan dari kerajaan.
  • Adanya dinamika masyarakat Pinrang sejak dahulu, hal ini terbukti dengan usaha masyarakat mencari pemukiman yang baik dimasa lalu.

Dengan demikian pengertian nama Pinrang yang berasal dri istila Pinra adalah adanya dinamika social dari masyarakat sepanjang sejarahnya, baik dari segi maupun tatanilainya.

Skip to content